30HBC19 Hari ke-2 : Pengorbanan dalam Pembinaan


Hari ke-2 : Pengorbanan dalam Pembinaan
(Rabu, 2 Januari 2019)

Para siswa tampak berjejer di ruang Aula. Hari ini adalah hari pertama mereka mengenakan seragam sekolah setelah libur panjang. Di hari pertama ini, santri MTs diberikan pembekalan oleh bagian sekolah untuk memasuki semester baru pasca liburan. Sedangkan santri SMA sudah mulai masuk pelajaran seperti biasa.
Lalu, yang dilakukan oleh guru? Para guru juga diberi pembinaan sekaligus pembekalan bertajuk "In House Training" dengan tema "Menjadi Guru yang Menyenangkan" bersama pembicara Ustadz Solikhin Abu Izzudin, penulis buku 'From Zero to Hero' bertempat di kelas 9C Kampus II PPIT Al Hikmah Boyolali.
Aku datang menghadiri acara tersebut dengan wajah ceria tatkala membuka pintu ruangan. Walau sebenarnya banyak kerjaan yang selalu ada tiap saat.
"Assalamualaikum..." ucapku sambil senyum lebar dengan nada agak lambat.
"Waalaikumussalam Ustadz Aji..." jawab Ustadz Solikhin.
Ada suatu hal yang tak biasa bagiku. Ketika aku datang masuk ruangan menghadiri pembekalan tersebut, tak ada kursi kosong yang tersisa untuk peserta. Aku sempat tengok sana-sini.
Lalu kemudian tiba-tiba Ustadz Solikhin menyodorkan kursi kepadaku, yang mana kursi tersebut ternyata adalah kursi untuk duduk beliau saat menyampaikan materi.

Baru kali ini dalam hidupku, ada seorang pemateri yang memberikan kursi duduknya untuk peserta. Dan ini terjadi padaku.
Aku pun menerima kursi itu meski sebenarnya aku sangat sungkan, lalu menempatkannya di barisan depan. Sehingga, meski datangku terakhir (karena ada urusan juga sebelumnya), aku bisa duduk paling depan.
Bisa duduk paling depan meski datang terakhir, membuatku ingat guyonan waktu kuliah yang bunyinya "posisi menentukan prestasi". Biasanya guyonan itu muncul saat ujian. Yang pernah jadi mahasiswa pasti paham maksudnya (ketawa dalam hati).
Sembari mendengarkan materi, sesekali aku mendokumentasikan kegiatan ini. Sehingga baru duduk sebentar aku berdiri lagi dan keliling ruangan.

Kejadian kursi yang diberikan tadi ternyata terus terngiang-ngiang dalam pikiranku. "Kok ya tega aku membiarkan pemateri tanpa kursi?" Gumamku dalam hati.
Aku pun izin keluar ruangan bentar kepada Ustadz Solikhin. Izinku ini boleh dibilang alibi, karena sebenarnya aku izin keluar bukan karena hajat atau urusan mendadak, maupun dicari orang lain, melainkan untuk mencarikan kursi pengganti bagi beliau. Aku tak tega jika beliau berdiri terus sampai materi selesai.
Walau hanya "pengorbanan" sebuah kursi, kejadian ini juga mengingatkanku pada kisah 3 prajurit Muslim pada Perang Uhud di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Kisah ini sudah sangat populer. Dikisahkan setelah Perang Uhud berakhir, Umar bin Khattab pergi ke Bukit Uhud untuk mencari prajurit Muslim yang kemungkinan masih ada. Karena Umar mengetahui ada beberapa sahabat yang belum terlihat usai perang.
Terdengar suara prajurit pertama yang memanggil asma Allah sambil meminta minum karena kehausan. Saat Umar datang dan akan memberinya minum, prajurit itu mendengar ada prajurit lain yang kehausan. Saat Umar hampir menolong prajurit kedua, kembali terdengar prajurit lain yang juga kehausan. Sehingga prajurit kedua mengisyaratkan kepada Umar agar memberikan minum prajurit ketiga, siapa tahu ia lebih membutuhkan.
Namun siapa sangka, prajurit ketiga lebih dulu wafat sebelum Umar sempat menolongnya. Dan saat Umar bergegas untuk kembali ke prajurit pertama dan kedua, mereka juga telah menghembuskan nafas terakhirnya. Suatu pengorbanan yang tak ternilai harganya.
Itulah yang mengingatkanku tentang kisah tersebut saat menerima kursi dari Ustadz Solikhin. Setelah mendapatkan kursi, aku kembali masuk ruangan dan membawakan kursi untuk beliau. Aku dapat tempat duduk, beliau pun juga. Kan adil rasanya.
Beberapa saat setelah membawakan kursi untuk Ustadz Solikhin, aku kembali berdiri dan ke barisan belakang agar bisa motret seisi ruangan. Saat aku berdiri di belakang, Ustadz Zaenal masuk dan duduk di kursi tempat di mana aku sebelumnya duduk.
Teringat dengan kisah sahabat tadi, aku pun dengan senang hati mempersilahkan Ustadz Zaenal duduk di situ. Lagi pula, untuk menangkap momen saat memotret, aku lebih fleksibel berdiri. It's no problem. Karena pengorbanan ini jelas belum ada apa-apanya dari yang dilakukan sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Satu hal juga yang menarik saat pembinaan ini adalah saat ada pijat memijat. Dan aku adalah peserta yang pertama kali dipijat oleh Ustadz Solikhin (karena duduknya paling depan dan deket).

Pembinaan ini selesai sebelum Dzuhur. Dan setelah Dzuhur, aku menghadiri liqo' perdana semester genap ini bersama Ustadz Syaifudin di kantor SMA bersama rekan satu halaqoh lainnya.
Liqo perdana ini dibuka dengan cerita banyaknya ulama yang tak punya ijazah kuliah seperti saat ini, tapi diakui keilmuannya. Karena mereka punya karya-karya yang dihasilkan.
Materi liqo perdana ini adalah seputar barokah atau keberkahan. Disampaikan, sesuatu disebut barokah apabila memiliki banyak manfaat, atau manfaatnya besar, meski dari sebuah hal kecil. Karena ada sesuatu hal besar, namun manfaatnya kecil bahkan mubadzir.
Makna keberkahan lainnya adalah adanya ziyadatul khoir (bertambahnya kebaikan) dan ziyadatul tho'at (bertambahnya ketaatan) kepada diri seseorang dengan syarat ia beriman dan bertaqwa. Meski itu sebuah kesusahan, misal sakit. Jika ia yakin dengan iman dan bertaqwa, sakit yang dialami bisa menjadi keberkahan karena menambah ketaatan kepada Allah.
Mendengar kata "ziyadatul" waktu liqo ini, membuat aku teringat temanku saat kuliah S1 di Undip Semarang. Namanya mirip-mirip gitu. Dia perempuan. Kabar terakhir yang aku dapat ia sedang mengerjakan Tugas Akhir alias skripsi. Aku mendoakan supaya segera selesai dan bisa wisuda agar orang tuanya bahagia. Aamiin yaa Allah...
Saat liqo ini pula, kembali aku melihat sebuah pengorbanan yang dilakukan Ustadz Salman (beliau guru Bahasa Indonesia). Setelah liqo selesai menjelang Ashar, beliau membuatkan kopi untuk Ustadz Syaifudin. Luar biasa banget ya. Sebuah pengorbanan dari mutarobbi kepada murobbinya.
Begitulah ceritaku di hari kedua ini. Pengorbanan dalam pembinaan ini memang sederhana, namun begitu besar makna dan keberkahannya sebagaimana materi liqo yang disampaikan tadi, insya Allah.
Masih banyak sebenarnya aktivitas ku. Namun ini dulu yang diceritakan.
Hampir sama kayak hari pertama kemarin, cerita hari kedua ini bersambung saat malam hari aku kembali ketiduran di sofa empuk sendirian. Padahal niatanku belum mau tidur. Dan belum makan malem.
Kalau nggak sendirian dan ada yang bangunin, aku mau makan dulu sebenarnya. Tapi nggak papa kok, aku tetap mensyukuri.
See you next story... ðŸ˜‰
(Bersambung)
By : Aji Kurniawan AP

0 comments: