Jangan Katakan Cinta Sebelum Akad
Ilmu ini aku dapatkan saat masih menjadi mahasiswa program Sarjana S1 di Kampus Undip Semarang, sebelum aku lulus dan wisuda di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) tahun 2017 kemarin.
Saat itu, di sela mengurus urusan kuliah, aku mengikuti sebuah seminar pra-nikah yang digelar mahasiswa Pascasarjana S2 program Magister di sebuah hotel berbintang di Semarang. Aku masih ingat tanggalnya, yakni 20 September 2015.
Gratis, alhamdulillah. Di saat yang lain bayar aku nggak bayar. Karena aku datang tak sekedar datang sebagai peserta. Melainkan ada pekerjaan khusus saat itu.
Ada pesan penting yang ku dapatkan dari seminar tersebut yang sampai sekarang masih ku ingat, "Jangan Katakan Cinta Sebelum Akad."
Dari susunan kata sekilas terlihat simpel. Tapi jika dimaknai lebih mendalam maksudnya, ada pesan penting yang terkandung, khususnya bagi yang ingin segera menikah.
"Jangan Katakan Cinta," menjadi kalimat imbauan. "Sebelum Akad," sampai setelah akad dilakukan atau benar-benar terjadi.
Akad nikah adalah tanda sahnya seseorang menjadi pasangan suami istri karena telah melakukan ijab qobul.
Jadi sebelum terjadinya akad, seseorang hendaknya tidak mengucapkan kalimat cinta kepada calon yang akan menjadi pasangannya.
Sekalipun keduanya sudah sepakat akan menikah, sudah lamaran ke calon mertuanya, bahkan di saat momen pernikahan pun, jika ijab qobul belum dilakukan, kalimat cinta jangan sampai keluar dari lisan.
Lantas, apakah hanya kalimat cinta yang hendaknya tak diucapkan? Tidak. Tak hanya itu dan tak sesimpel itu. Pahami lagi maksud tujuan pesan tadi.
Imbauan tidak mengucapkan cinta sebelum akad bertujuan menjaga marwah agar calon mempelai tak larut dalam perasaan "seolah-olah telah memilikinya" padahal belum ijab qobul dan belum sah sebagai pasangan suami istri.
Tak hanya kalimat cinta, tetapi juga semua aktivitas dan tindakan yang mengindikasikan kecintaan kepada calon pasangannya, juga harus ditahan.
Bukan karena sudah sepakat akan menikah malah sering ketemuan, janjian, komunikasi personal (chattingan/personal chatt) makin masif, atau suka jika di "cie-ciein" orang lain. Semuanya seenaknya sendiri.
Tindakan di atas justru sebuah kesalahan karena tidak bisa menjaga marwah dan kewibawaan seorang Muslim. Kenapa salah? Jelas, karena akad belum terjadi dan belum sah jadi suami-istri. Sesuatu yang belum sah kok sudah dilakukan, berarti dosa, haram.
Oleh karena itu, dalam lingkungan tarbiyah, untuk tetap menjaga marwah dan kewibawaan sebagai seorang Muslim ada solusi bagi yang ingin menikah, yakni lewat perantara murobbi/murobbiyahnya.
Murobbi/murobbiyahnya inilah yang akan bertugas menyampaikan "proposal" kepada seseorang yang disukai dan ingin dinikahi dari pihak yang mengajukan.
Maksud "proposal" tadi sebagai mahasiswa tingkat akhir kala itu, tentu sudah mengandung makna lain.
Di kalangan mahasiswa tingkat akhir atau yang mau menikah, jika mendengar kata "proposal", proposal yang dimaksud bukanlah proposal kegiatan, tapi proposal lamaran. Lebih tepatnya lamaran nikah. Isinya, biodata calon yang mengajukan lamaran.
Melalui jalan inilah marwah dan wibawa seorang Muslim tetap terjaga. Karena jika tidak diterima oleh orang yang disukainya, yang tahu hanya satu dua orang saja yang terlibat dalam pengajuan lamaran itu.
Dan alhamdulillah, kalau diterima, juga tetap dalam pengawasan dan penjagaan dari murobbi/murobbiyahnya agar tidak terlena (dan tidak melakukan kesalahan yang disebutkan sebelumnya) sampai akad benar-benar dilakukan.
"Wa laa taqrobuzzinaa..." (Dan janganlah kalian mendekati zina), ayat Alquran QS. Al Israa' ayat 32 tersebut tentu menjadi salah satu ayat terpopuler yang sudah banyak dihafal seorang Muslim. Mendekati saja nggak boleh, apalagi melakukan.
Syaikh As Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini bahwa larangan mendekati zina lebih mengena daripada melakukan zina. Karena mencakup segala hal yang menggoda, memicu, semuanya, yang dapat mengantarkan kepada perzinaan.
Makna zina pun juga luas. Tak hanya secara harfiah, karena dalam Islam ada pengertian zina mata, hati, perasaan, dan sebagainya.
Sehingga, mengatakan cinta (dan segala hal yang memicu dan mengantarkannya) kepada orang yang akan dinikahi, padahal belum akad, belum sah, seharusnya tidak dilakukan karena dapat menggoda dan menodai perjalanan menuju pernikahan.
Lantas, bagaimana jika belum akad, sudah terlanjur melakukan perbuatan tadi yang seharusnya tidak dilakukan dalam menuju pernikahan? Istighfar, luruskan lagi niat menikah untuk apa. Pahami tujuan menikah. Perbaiki dan tingkatkan ibadah. Punya komitmen dan upaya untuk memperbaiki keadaan.
Serta yang tak kalah penting, menahan segala keinginan bersama orang yang akan dinikahinya sampai benar-benar akad. Minta bantuan murobbi/murobbiyahnya agar senantiasa mendapat bimbingan.
Sampaikan kepada calon yang akan dinikahi dengan memberi pesan, "Mohon maaf, mulai sekarang kita tidak saling berinteraksi sampai benar-benar akad. Karena kita belum sah sebagai suami istri."
Maka dari itu, sebagai seorang Muslim, jika sudah sepakat akan menikah, tinggal menunggu tanggalnya, tapi kok interaksinya sama saja, adem ayem (padahal satu tempat kerja misalkan), harusnya sadar. Itulah jalan terbaik menuju pernikahan. Karena akad adalah penentu sah tidaknya menjadi suami istri, bukan ketika lamaran.
"Jangan Katakan Cinta Sebelum Akad," sungguh, menahan keinginan lebih baik daripada terlalu dini melakukan hal yang belum saatnya dilakukan.
Yakinlah, semua akan indah pada waktunya. Dan akan terasa jauh lebih nikmat, jika dilakukan pada waktu yang tepat.
Ampuni segala kesalahan kami yaa Allah. Dan dekatkanlah kepada kami jodoh, yang apabila menikahinya, akan semakin mendekatkan kami kepada-Mu yaa Robb.
Aamiin yaa robbal 'aalamiin...
(Muhasabah Diri)
0 comments: