Antara Valentine, Galentine, Pengantin, dan Palestine. Mana yang Akan Anda Pilih?


Ada apa sih dengan bulan Februari? Sepertinya ada yang beda dengan bulan ini. Bagi kita umat Islam secara keseluruhan (inget ya secara “keseluruhan”, bukan hanya diperuntukkan untuk anak rohis saja), tentu mengetahui & sudah seharusnya memahami asal usul akan momentum yang konon, merupakan hari kasih sayang. Ya, to do point saja, orang-orang yang  merayakannya menyebutnya sebagai Hari Valentine (Valentine’s Day) yang dirayakan tanggal 14 Februari.

Bagi kita yang sudah paham akan asal usul kenapa disebut Hari Valentine tentu sudah paham seluk beluknya, bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang melenceng dari aqidah kita sebagai ummat Islam. Tidak perlu panjang lebar lagi dijelaskan.

Buat yang belum tahu, sedikit penjelasan saja bahwa sebenarnya sejarah Hari Valentine berasal dari meninggalnya seorang martyr Kristen (Martyr dalam Islam disebut ‘Syuhada’) bernama St. Valentine pada 14 Februari 270 Masehi. Ia meninggal akibat dibunuh karena bertentangan dengan raja Romawi kala itu, Raja Claudius II (268 - 270 M).

Untuk mengagungkan St. Valentine yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dalam menghadapi cobaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematiannya dengan mengadakan upacara peringatan kematian St. Valentine (Hari Valentine) bernama “Lupercalia”.

Setiap upacara Lupercalia dimulai dengan mengorbankan beberapa ekor kambing dan seekor anjing yang dipimpin oleh para Luperci. Upacara tersebut dilakukan di dalam sebuah gua bernama Lupercal, berada di bukit Palatine, yang merupakan salah satu bukit di kota Roma.

Upacara Lupercalia ini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan Kaisar Constantin Agung (280 – 337 M). Kaisar Romawi ini adalah kaisar pertama pemeluk agama Nasrani. Pengaruh agama Nasrani semakin meluas di kerajaan Romawi dan Dewan gereja memegang peranan penting di bidang politik. Hari Valentine lalu dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang juga disebut “Supercalis”.

Pada tahun 494 M, Dewan Gereja di bawah pimpinan Paus Gelasius I merubah bentuk upacara Lupercalia menjadi perayaan purifikasi (pemurnian/pembersihan diri). Dan pada tahun 496 M, Paus Gelasius I mengubah tanggal perayaan purifikasi yang berasal dari upacara ritual lupercalia dari tanggal 15 Februari menjadi tanggal 14 Februari.

Sampai akhirnya pada abad ke-16, ‘upacara keagamaan’ tersebut berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’ hingga seperti yang banyak orang kira saat ini. Yang identik dengan tukar kado, coklat, mencari jodoh, dan urusan kasih sayang lainnya.

Sedikit tambahan terkait persamaan kata Valentine. Pada abad pertengahan, dalam Bahasa Perancis Normandia, terdapat kata “Galentine” yang berarti “galant/cinta”. Persamaan bunyi Valentine dan Galentine menyebabkan orang berpikir bahwa para pemuda sebaiknya mencari pasangan hidupnya adalah pada tanggal 14 Februari. Hingga populerlah tanggal 14 Februari sebagai Hari Valentine (yang berasal dari perayaan kematian St. Valentine), yang mereka anggap sebagai Hari Kasih Sayang.

Itu tadi sejarah singkat mengenai Hari Valentine. Sekarang tentu sudah tahu. Kita sebagai umat Islam tidak boleh mengikuti dan menyerupai kebiasaan merayakan ‘Hari Valentine’ tanggal 14 Februari. Karena jelas itu bukan dari Islam. Dasarnya juga jelas, hadist yang sudah sangat popular sejagat raya :

Rasul saw bersabda : “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya.” (HR. Abu Daud no. 4031-Shahih)

Nah, tibalah bagian opini dari saya. Jika tadi sudah membahas sedikit sejarahnya, sekarang izinkan saya untuk berbagi opini terkait ‘Hari Valentine’ ini.

Tentu, kita semua merasakan, menjelang tanggal 14 Februari ada sesuatu yang ramai sekali dipublikasikan. Ya, banyak sekali desain poster / pamflet yang menyeru untuk tidak ikut merayakan ‘Hari Valentine’ bagi umat Islam yang dipublish di sosial media.

Yang sudah popular bagi kalangan anak rohis pasti adalah ajakan untuk menutup aurat dengan hastag #YukBerhijab, #YukTutupAurat, atau sebagai Hari Hijab Se-Dunia, dan sebagainya.

Bagus sekali hal ini. 2 jempol deh buat itu semua. Dan harapannya jangan hanya menjelang tanggal 14 Februari ya. Selama nafas ini berhembus dan selalu terhubung dengan, usahakan ajakan berhijab untuk tutup aurat itu terus ada. Karena berhijab bukan sekedar pilihan & mode, tapi sudah menjadi kewajiban bagi “tiap pemeluk Islam yang perempuan” (pahami baik-baik kalimat berkutip tadi, kalau saya menggunakan kata ‘muslimah’ biasanya condongnya selalu ke anak rohis. Inget ya diawal artikel ini, bukan untuk anak rohis saja).

Ingat yang wahai kita kaum hawa yang beriman semuanya (tidak sekedar pengurus rohis), anda adalah “perhiasan dunia”, sehingga layaknya sebuah perhiasan yang amat saaaaaannngaat berharga, tentu aurat anda harus ditutupi. Mau bukti perintah-Nya? Ini dalilnya :

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (QS. Al-A'raf Ayat 26)

Masih kurang? Tambah lagi :

“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumurnya (hijab) ke dadanya." (QS. An-Nur ayat 31)

Masih belum yakin? Satu lagi dari hadist :

“Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil balig) maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan." (HR. Abu Daud dan Baihaqi)

Paham kan berhijab bukan sekedar pilihan? Tapi kewajiban? Oke lanjut ke jalur pembahasan (itu tadi sedikit selingan. Semoga 3 dalil tadi bisa meyakinkan bagi yang belum menutup aurat). #senyum

Lanjut. Selain ajakan untuk berhijab, kalau saya amati, beberapa desain poster ajakan untuk tidak merayakan ‘Hari Valentine’ ini juga ada yang menggunakan kata pengantin (dengan berbagai ‘ejaan’ yang dimirip-miripkan dengan Valentine) sebagai isi kontennya. Ada juga yang menyinggung menuju pernikahan dengan konten berpantun ‘akad bukan coklat’.

Hmmm…… (mulai berpikir sejenak), sekarang izinkan saya untuk berpendapat. Jika saya yang mendesain poster, 2 hal terakhir yang saya sebutkan tadi lebih baik tidak saya gunakan sebagai konten.

Memang secara sekilas tidak ada yang salah dengan pengantin & akad tadi. Tapi saya disini hanya ingin mengambil langkah aman. Karena jika menghubungkan dengan kedua hal tadi, ditakutkan para mad’u (objek/sasaran dakwah) awam, orang biasa, beranggapan bahwa menjelang tanggal 14 Februari mereka diajak untuk langsung saja menjadi pengantin atau menggelar akad daripada pacaran.

Sekali lagi memang tidak ada yang salah dengan mengajak untuk langsung melakukan akad saja jika sudah saling mencintai daripada pacaran. Namun tentu bukan karena ‘Hari Valentine’ saya disini menggembor-gemborkan untuk itu.

Kalau ajakan (pengantin dan akad) ini hanya dilakukan untuk menangkal ‘Hari Valentine’ setiap tanggal 14 Februari, lalu apa bedanya dengan Hari Kasih Sayang yang memang anggapan jahiliyahnya adalah mencari pasangan hidup? Kenapa harus dengan pengantin? Apakah karena katanya mirip dengan ‘Valentine’ (sehingga digunakan agar menjadi pantun yang indah karena memiliki sajak ab ab. Yang matkul bahasa Indonesia dapat A pasti paham)? Lalu apa bedanya dengan ‘Galentine’ yang dalam Bahasa Perancis Normandia tadi artinya cinta? Justru berdasarkan sejarah, karena persamaan bunyi ini kan orang mengindentikkan sebagai moment yang tepat untuk mencari cinta/jodoh?

Mungkin bagi yang sudah paham akan ‘Hari Valentine’ tidak masalah dengan konten tadi. Karena apapun yang terjadi sudah jelas tidak akan ikut-ikutan. Istilahnya sudah “kebal”.

Namun, bagaimana jika kalangan awam yang memandang ini? Sedangkan mereka belum “kebal”, belum cukup kuat ilmunya (tanpa mengurangi rasa hormat) untuk yakin bahwa ‘Hari Valentine’ bukan dari Islam? Karena kalau sudah saling cinta, ada kasih sayang, tentu dalam Islam baiknya memang langsung nikah saja bukan? Artinya telah menemukan pasangan hidup. Lalu apa bedanya dengan ‘Hari Valentine’ yang katanya moment tepat untuk mencari jodoh?

Ini alasan utama kenapa tidak akan menyertakan konten pengantin dan akad. Karena respon tiap orang itu beda-beda. Ok bagi yang ilmunya sudah banyak, tidak masalah. Namun bagi yang masih butuh ilmu & pencerahan, ajakan seperti ini meskipun niatnya adalah humor belaka, tentu beda responnya.

Bukan karena ‘Valentine’ kita memakai istilah pengantin. Karena istilah pengantin tidak ada hubungannya sama sekali dengan ‘Hari Valentine’. Kapanpun bagi yang sudah punya pilihan tepat untuk dijadikan jodoh, segeralah menggelar akad dan menjadi pengantin.

Intinya, bukan karena ‘Valentine’ terus ramai menggunakan istilah pengantin. Karena ditakutkan ada yang beranggapan memang benar tanggal 14 Februari kental dengan nuansa mencari jodoh. Ingat sifat syaitan yang cerdik mempermainkan manusia. Bisa jadi niat kita baik, cara yang kita lakukan pun juga tak salah. Namun hati-hati jika syaitan mempermainkan orang-orang yang kita ajak itu dengan mengarahkan anggapan mereka bahwa tanggal 14 Februari memang identik untuk mendapatkan jodoh (jadi pengantin-red). Buktinya, menjelang tanggal itu banyak yang mengajak lebih baik pengantin daripada ‘Valentine’ (sesuatu yang sepertinya indah didengar. Berpantun. Keren..!).

Itulah langkah antisipatif yang saya maksudkan. Bahasa kedokterannya “lebih baik mencegah daripada mengobati.” Dan ini adalah dalil yang mendasari kenapa saya menulis artikel ini :

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. Al-An’am ayat 112)

Ada pesan “perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu…”. Ya, jika membaca dari awal tentu paham maksudnya. Semua sudah dijelaskan diatas. Ingat syaitan itu cerdik. Mereka telah bersumpah untuk selalu menggoda manusia dengan berbagai cara. Bahkan yang dianggap baik pun mereka gunakan.

Ya, ini hanya pandangan pribadi. Semua hanya langkah antisipatif. Toh juga masih banyak konten lain yang bisa disertakan dalam menangkal ‘Hari Valentine’ ini. So, buat para desainer, jangan berhenti untuk terus mengajak teman yang sudah yakin akan jodohnya agar segera menjadi pengantin lewat karya visualnya. Siapa tahu mereka segera menikah karena melihat ajakan dari poster / pamflet yang kita buat. Sehingga pahala akan terus mengalir kepada pembuat poster (insya Allah). Dengan satu catatan, jangan hanya ramai menjelang tanggal 14 Februari.

Sebagai penutup, izinkan saya untuk memberikan istilah yang juga bernada pantun, namun menurut saya itu lebih mantap. Sebagaimana judul dari artikel ini dan foto ilustrasi yang saya gunakan (yang mungkin sekilas membuat pembaca bertanya-tanya), jika saya diminta membuat desain, saya akan menyertakan kalimat “Say No to Valentine..! Freedom for PALESTINE…!”. Itu lebih keren. Dan akan terus digalakkan hingga Palestina merdeka.

Sekian. Semoga bermanfaat.

Salam.

(AK22/@AjiiKurniawan)

0 comments: