Kepengurusan Baru, Hindari 'Bongkar Muat' Departemen


Bulan Desember hingga pergantian tahun biasanya menjadi awal moment bergantinya tampuk kepemimpinan suatu organisasi di lingkungan kampus. Dimana suatu kampus terdapat banyak sekali organisasi atau lembaga kemahasiswaan.

Bergantinya tampuk kepemimpinan yang ditandai dengan sebuah reorganisasi, suksesi, musyawarah besar (mubes), muktamar, atau apapun namanya guna memilih pemimpin baru, tentu akan diikuti dengan komposisi kepengurusan yang baru pula didalam struktur bidang/departemen kelembagaan.

Bicara tentang komposisi kepengurusan di bidang/departemen suatu lembaga, ada satu hal yang ingin saya sampaikan disini, yakni terkait penyusunan komposisi pengurus departemen selanjutnya, baik pengurus yang lama/sudah menjabat di organisasi sebelumnya, maupun calon pengurus yang baru yang dihasilkan dari sebuah open recruitment (oprec).

Dari 2 hal tadi, saya disini hanya ingin membicarakan seputar pengurus lama. Langsung to do point saja, ada satu “hal” yang sepertinya harus segera dihilangkan setiap kali dibentuk struktur kepengurusan baru (setidaknya jika “hal” tersebut masih ada di suatu lembaga. Jika sudah tidak ada, Alhamdulillah. Berarti lembaga tersebut kaderisasinya jalan).

Apa “hal” yang saya maksudkan disini? Sebenarnya, jika “hal” ini disebut sebagai budaya atau kebiasaan saya tidak tega karena tidak ingin men-just langsung & keseluruhan, karena saya juga tidak tahu menahu secara detail seperti apa kondisi lembaga yang ada di kampus-kampus. Dalam pembahasan ini, anggap saja ada lembaga “X” yang kita jadikan subject pembahasan kita disini.

Ada 1 hal yang tidak boleh sampai menjadi kebiasaan di lembaga “X” ini setiap kali dibentuk kepengurusan baru. Yakni kebiasaan mengganti hampir seluruh komposisi pengurus dalam suatu bidang/departemen tanpa menyisakan orang-orang yang sebelumnya pernah menjabat. Keadaan seperti ini saya menyebutnya dengan istilah “Departemen Bongkar Muat”.

Dalam arti lain, “jangan sampai kepengurusan baru dalam suatu bidang/departemen adalah orang-orang baru semua”. Kenapa demikian?

Jelas menurut saya kondisi ini sangat amat tidak ‘menyehatkan’ bagi suatu departemen dan organisasi itu sendiri. Bayangkan saja, jika tiap kali dibentuk kepengurusan baru, orang-orang yang ada disebuah bidang/departemen adalah orang-orang baru semua, kepada siapa mereka nanti memperoleh pengajaran, pembelajaran dan bimbingan tentang bagaimana harus menjalankan proker?

Kemana pula pengurus lama yang seharusnya memberikan ilmu yang didapat selama hampir setahun kepengurusan kepada adek-adek penerusnya nanti (kalau udah lebih dari 2 tahun menjabat atau diwisuda serta tetap menjalin komunikasi tidak masalah, tapi kalau sama sekali tidak mencakup kriteria tadi yang menjadi pertanyaan)? Apakah hanya diserahkan kepada kepala bidang/departemen baru yang dipilih untuk menanggungnya sendirian?

Jika kondisinya seperti ini, timbul pertanyaan juga ke mana hasil pembelajaran & kaderisasi yang dijalankan dalam suatu bidang/departemen selama setahun sebelumnya?

Malangnya lagi, kalau ada staf yang sudah dibina hampir setahun, pada saat memasuki tahun ke-2 kepengurusan, dia nya malah nggak lanjut. Istilah jawa nya "nelongso" banget pasti senior yang membina.

Itulah mengapa, alangkah baiknya kepengurusan baru dalam suatu bidang/departemen adalah bukan orang-orang baru semua. Tapi isilah dengan beberapa orang yang dulunya sudah pernah menjabat. Hal itu dimaksudkan supaya ilmu yang selama ini didapat oleh senior bisa tersampaikan secara kontinyu kepada adek-adek kepengurusan baru. Jangan tiap kali kepengurusan baru, semua harus dimulai dari awal. Kadept/Kabidnya yang baru bingung harus bagaimana, apalagi stafnya nanti.

Mungkin ada bidang/departemen yang pada awal kepengurusan baru isinya adalah orang-orang baru semua, dan proker yang dijalankan juga tidak mengecewakan. Sah-sah aja sih emang. Tapi ingat bahwa orang-orang yang masuk organisasi, tak jarang dari mereka juga ingin mendapatkan satu hal yang mungkin tidak sempat mereka utarakan, yakni pembelajaran. Baik berupa ilmu, pengalaman, dan sebagainya.

Jadi di organisasi tidak hanya sekedar berpikir proker terlaksana, sukses, habis itu sudah, selesai. Bukan. Tidak cukup sampai disitu. Tapi alangkah mulianya ketika masuk di organisasi, dijadikan sebagai ladang untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh kepada adek-adek pengurus baru, memberikan ilmu yang bermanfaat kepada generasi penerus. (syukur-syukur menjadi generasi pendobrak nama lembaga karena berhasil mengamalkan ilmu yang senior sampaikan).

Soalnya kapan lagi kita bisa demikian? Bersyukurlah orang-orang yang ikut organsiasi. Disitu kita bisa menjalin interaksi membangun, komunikasi dengan sesama, memiliki punya peran sosial yang lebih dibandingan dengan yang tidak ikut organisasi. Disinilah miniatur kehidupan kita sebelum benar-benar terjun ke masyarakat. Maka dari itu manfaatkan kesempatan tersebut semua untuk menyalurkan & mengamalkan ilmu yang kita dapat. Minimal ada niat dan usaha untuk itu.

Oleh karena itu, sekali lagi jangan sampai ada kebiasaan “Departemen Bongkar Muat” dalam suatu lembaga. Karena akan sangat tidak sehat bagi suatu lembaga ke depannya, dan proses kaderisasi juga akan dipertanyakan.

Tapi jadikanlah suatu organisasi sebagai ladang untuk beramal mengamalkan ilmu kepada mereka yang membutuhkan. Bicara organisasi bukan sekedar membahas bagaimana mensukseskan program kerja, tapi juga bagaimana kita memberikan pembelajaran dan manfaat kepada sesama, minimal lewat ilmu yang kita peroleh. Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.

Kesimpulannya, jangan gunakan kebiasaan bongkar muat departemen, tapi yang kita gunakan adalah “pengamalan ilmu” dari senior kepada junior dalam suatu departemen. Baik senior maupun junior, semoga bisa memahami akan hal ini.

Itulah yang saya sampaikan dalam tulisan kali ini. Semoga bermanfaat dan semua ini juga menjadi pembelajaran bagi saya dan yang lainnya. Sekiranya jika ada kalimat yang kurang berkenan dalam menyampaikan sudut pandang ini mohon dimaafkan.

Sekian, semoga kita bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, dan dimudahkan dalam segala urusan. Aamiin….

#JustMyOpinion

Salam

[Photo by falkvingle.net]

(AK21/@AjiiKurniawan)

0 comments: