Sebutan Cina Resmi Diganti Tiongkok



Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi mengharuskan penggunaan sebutan etnis Tionghoa/Tiongkok dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Perubahan itu ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 12/2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. 6/1967.

Pokok SE Presidium Kabinet Ampera yang diterbitkan pada 28 Juni 1967 adalah keputusan pemerintah untuk mengganti kata ’Tionghoa/Tiongkok’ menjadi kata ‘Cina’.

Dalam Keppres No. 12/2014, Presiden menyatakan perubahan istilah 'Tionghoa' menjadi 'Cina' telah menimbulkan dampak diskriminatif dalam hubungan sosial WNI beretnis Tionghoa.

Penggunaan kata ‘Cina' juga dinilai bertentangan dengan semangat konstitusi. Pendiri bangsa Indonesia terbukti memilih penggunaan istilah ‘Tionghoa' di dalam penjelasan Pasal 26 UUD 1945. 

Pertimbangan tersebut menjadi dasar Presiden untuk mencabut dan menyatakan tidak berlaku SE Presidium Kabinet Ampera No. 6/1967.

Kepala Negara menetapkan penggunaan istilah orang/komunitas ‘Tionghoa' untuk menggantikan sebutan ‘Cina' dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.

Selain itu, pemerintah menetapkan perubahan penyebutan negara Republik Rakyat China menjadi Republik Rakyat Tiongkok. 

Silsilah

Kamus Wikipedia merangkum, tahun 1959 orang Tionghoa-Indonesia dihadapkan pada pilihan antara menjadi warga negara Tiongkok atau warga negara Indonesia karena Indonesia tidak mengenal sistem kewarganegaraan ganda. Konflik ini kemudian meluas dengan puncaknya peristiwa rasialisme pada 10 Mei 1963 di Bandung dan merambat ke beberapa kota lainnya seperti di Garut 17 Mei 1963 dan kembali terjadi di kota Bandung 5 Agustus 1973.

Tahun 1965 terjadi pemberontakan PKI (G30S/PKI) dan kecurigaan akan dukungan RRC (yang kala itu disebut sebagai Republik Rakyat Tiongkok (RRT)) yang akhirnya menggulingkan Presiden Soekarno.

Tahun 1967 pemerintahan Orde Baru pada di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dalam salah satu tindakan pertamanya mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang segala kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat-istiadat Cina dilakukan di Indonesia, pengubahan sebutan kata Tionghoa-Tiongkok menjadi Cina dan mengubah sebutan negara Republik Rakyat Tiongkok menjadi Republik Rakyat Cina, serta Taiwan yang dengan nama Republik Cina. Tahun itu pula dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 yang sarat dengan muatan politis untuk membenarkan perubahan istilah Tiongkok/Tionghoa menjadi “Cina”. 

Istilah Tiongkok dan Tionghoa hanya dipakai dalam bahasa Indonesia, dua kata ini berasal dari dialek Fujian. Pada tahun 1950, ketika Tiongkok dan Indonesia menjalin hubungan diplomatik, dokumen resmi yang ditandatangani kedua pihak menggunakan Republik Rakyat Tiongkok untuk memanggil China, setelah itu semua dokumen pemerintah juga menggunakan istilah ini.

Usut punya usut, ternyata 'pengembalian' istilah ini sudah ditetapkan mulai Maret 2014 lalu. Maka tak jarang jika kita sering menonton TV atau melihat berita di koran-koran beberapa waktu lalu dibuat penasaran (termasuk saya) dengan sangat jarang menemui istilah 'China', dan sering menemukan istilah 'Tiongkok'. Dan ternyata inilah jawaban dari rasa penasaran yang sudah berlangsung lebih dari sebulan itu.

Meski begitu, setidaknya ada satu istilah yang tidak akan berubah tentang negeri berbendera merah ini, yakni julukan sebagai "Negeri Tirai Bambu". Benar kan?

(Sumber: www.enciety.co, indonesian.cri.cn, dengan penyesuaian)

(@AjiiKurniawan)

0 comments: